Kamis, 21 Mei 2015

sejarah partai PDIP

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Sejarah Terbentuknya PDIP
PDI Perjuangan dapat diibaratkan sebagai “anak haram” yang kelahirannya tidak dikehendaki tapi tak terhindarkan. Keharusan bagi Orba untuk membangun citra diri sebagai rejim demokratis mengharuskannya untuk menerima ide tentang parpol. Akibatnya, kehadiran PDI bukannya dalam kerangka untuk merealisasi komitmen bangsa untuk menjadi sebuah sistem politik yang demokratis, tapi justru untuk memenuhi secara simbolik status Indonesia sebagai negara demokratis karena punya parpol dan parlemen di mata internasional.
PDI merupakan fusi dari 5 parpol, yakni PNI, Parkindo, Partai katolik, Murba dan IPKI. Kelimanya memiliki latar belakang, basis sosial, ideologi dan sejarah perkembangan yang sangat berbeda. PNI adalah partai yang dibentuk di Kediri pada 29 januari 1946 yang merupakan fusi dari Serikat Rakyat Indonesia (Serindo), PNI Pati, PNI Madiun, Partai Kedaulatan Rakyat Yogya, PNI Palembang, PNI Sulawesi, Partai Republik Indonesia (PRI) Madiun, serta beberapa partai lokal kecil lainnya. Fusi dilakukan ketika diselenggarakannya Kongres Serindo I di Kediri, 29 Januari s/d 1 Pebruari 1946. Partai ini berasaskan Sosio-nasionalisme-demokrasi (Marhaenisme), suatu azas, ideologi, dan cara perjuangan yang dicetuskan Bung Karno yang ditujukan untuk menghapuskan kapitalisme, imperialisme dan kolonialisme. Penggunaan azas ini mencerminkan keinginan para pendirinya untuk mengasosiasikan diri dengan Bung Karno sebagai pendiri PNI di masa lalu. Massa pendukung PNI terutama adalah kaum abangan, seperti disebut Rocamora, yang memiliki sistem patron-client dan petani non radikalisme. Sumber dukungan pedesaan ini terutama bertumpu pada elit desa (para pamong dan lurah) dan juga birokrasi pemerintahan. Partai ini adalah partai massa –bukan partai kader atau partai program– karenanya massa aksi menjadi salah satu alat politik penting. Tujuan PNI adalah mewujudkan masyarakat sosialis, yakni suatu masyarakat yang berdasarkan kedaulatan rakyat dan keadilan sosial. PNI adalah partai dengan perolehan suara terbanyak pada Pemilu 1955. Karenanya, aturan tak tertulis yang disepakati dalam proses fusi memberikan hak utama kepada tokoh PNI untuk menduduki posisi Ketua Umum PDI.
Parkindo adalah partai kedua terbesar dalam PDI menurut hasil Pemilu 1955. Partai ini didirikan pada 18 November 1945 sevagai respons atas Maklumat Pemerintah 3 November 1945. Partai ini merupakan fusi dari sejumlah partai Kristen lokal seperti Partai Kristen Indonesia (Parki) di Sumut, Partai Kristen Nasional di Jakarta, Persatuan Masehi Indonesia (PMI), Partai Politik Masehi (PPM) di Pematang Siantar. Partai ini mendasarkan legitimasi dan identitasnya pada agama, yakni Kristen yang merupakan kelompok minoritas permanen dalam konstelasi politik nasional. Paham kekristenan dijadikan sebagai azas partai. Basis dukungan partai ini menyebar di berbagai daerah di Indonesia, seperti Sumatera Utara, Timor, Minahasa, Toraja, dan sebagainya. Sebagai partai pemenang pemilu kedua terbesar yang bergabung dalam PDI, partai ini diberi hak atas posisi Sekjen dalam struktur PDI. Partai Katolik dibentuk pada 12 Desember 1945 dengan Partai katolik Republik Indonesia (PKRI) dan merupakan kelanjutan dari Pakempalan Politik Katolik Djawi (PPKD). Pada masa belanda, PPKD –karena kebutuhan siasat politik– bergabung dengan Indische Katholieke Partij. Ketuhanan Yang Mahasa Esa, Pancasila, dan azas kekatolikan ditempatkan sebagai azas partai. Sementara “kemajuan Republik Indonesia dan kesejahteraan rakyat” ditempatkan sebagai tujuan partai. Dukungan sosial partai ini adalah umat Katolik yang menyebar di sejumlah daerah. Partai ini adalah pemenang ketiga terbesar Pemilu 1955 yang berfusi dalam tubuh PDI. Karenanya konsensus dalam proses fusi memberikan “hak” atas jabatan Bendahara bagi parpol ini.
Murba didirikan oleh Tan Malaka pada 3 Oktober 1948 sebagai gabungan dari partai Rakyat Jelata dan Partai Indonesia Buruh Merdeka. Murba sebagai sebuah istilah mengacu pada “golongan rakyat yang terbesar … yang tidak mempunyai apa-apa, kecuali otak dan tenaga sendiri”. Istilah ini kurang lebih sama dengan istilah proletar, akan tetapi –seperti ditegaskan dalam dokumen Kementrian Penerangan– memiliki sejarah hidup, corak dan musuh yang berbeda dengan proletar. Murba sebagai ideologi berbeda dengan Marhaenisme Bung Karno karena adanya pengakuan Bung karno atas kepemilikan alat-alat produksi oleh kaum marhaen, sekalipun dalam skala yang sangat kecil dan subsisten. Azas Murba adalah anti fasisme, sebuah paham yang dikembangkan oleh Jepang dan Italia sebelum perang Dunia II, anti imperialisme dan kapitalisme. Tujuan partai ini adalah masyarakat sosialis. Dari sudut basis sosial, pendukung Murba sulit diidentifikasi. Murba hanya mendapatkan sedikit dukungan di Jabar dalam Pemilu 1955 dan tidak mendapatkan satu pun kursi. IPKI dibentuk oleh tokoh-tokoh yang umumnya berasal dari lingkungan TNI. Awalnya partai ini merupakan “kumpulan pemilih” yang berinisiatif untuk menghimpun tenaga-tenaga pejuang kemerdekaan, terutama dari lingkungan TNI AD untuk mempelopori perjuangan rakyat setelah revolusi fisik. IPKI berdiri pada 20 Mei 1954, satu setengah tahun sebelum Pemilu 1955 dan dimotori oleh Nasution yang pada waktu itu berada dalam status “hukuman” oleh Bung Karno sebagai akibat dari “Peristiwa Oktober 52”. Sebuah peristiwa dimana TNI mencoba untuk memaksa Bung Karno –dengan mengarahkan meriam ke istana negara– untuk membubarkan parlemen yang dinilai Nasution dan kawan-kawan mencampuri urusan TNI. Tujuan partai ini adalah mengakhiri dan melenyapkan seluruh penderitaan rakyat, lahir dan batin. Juga memberikan hikmah rohaniah dan jasmaniah kepada seluruh rakyat dengan menjamin keselamatan, ketentraman dan kemakmuran. Dalam dokumen partai disebutkan bahwa IPKI menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan golongan dan pemimpinnya, dan menempatkan diri sebagai “penyambung lidah golongan berkuasa” dan sekaligus “pengabdi rakyat yang jujur dan setia”.
Fusi lima parpol berlangsung pada 10 Januari 1973 yang kini dirayakan sebagai hari ultah PDI Perjuangan. Beberapa fenomena penting sebelum fusi dapat dijelaskan sebagai berikut ini. Proses ke arah fusi merupakan inisiatif presiden yang diwujudkan dalam bentuk rangkaian konsultasi antara presiden dengan tokoh-tokoh parpol. Konsultasi pertama dilakukan secara kolektif dengan tokoh-tokoh dari 9 parpol pada 7 Januari 1970. Dalam kesempatan ini Presiden melontarkan gagasan pengelompokan parpol ke dalam dua kelompok, masing-masing menekankan pada aspek materiil dan spirituil. Dengannya, akan terbentuk dua kelompok, materiil-spirituil dan spirituil-materiil. Dalam pertemuan ini juga terungkap bahwa ide tersebut berkaitan dengan keinginan Presiden untuk menciptakan stabilitas yang disebutkan sebagai “tanggung-jawab bersama”, terutama untuk meredam konflik menjelang pemilu 1971.

Pertemuan lebih khusus dengan lima parpol yang dianggap sebagai wakil dari “kelompok materiil-spirituil –dilakukan Presiden pada 27 Pebruari 1970– dimana, disamping mengulangi pokok-pokok pikiran pertemuan pertama, juga menegaskan perlunya ada “penyederhanaan cara kerja dan berfikir” dengan mengambil bentuk “up-konfederasi parpol” (idenya adalah tidak ada kepengurusan baru kecuali dalam bentuk “dewan ketua-ketua umum parpol” yang dibantu oleh sebuah “badan pekerja” sebagai brain trust). Dalam perkembangannya, gagasan Presiden melahirkan polarisasi dalam parpol. Ada yang mendukung karena dinilai sebagai “tuntutan obyektif” ataupun sebagai “pilihan taktis”, tapi ada yang menolak. Di antara yang menerima bahkan ada yang siap dengan usulan kongkrit.
Sesaat selepas konsultasi dengan Presiden, berkembang isu yang sangat kencang bahwa Presiden akan membubarkan parpol-parpol sebelum 11 Maret 1970 jika mereka gagal merealisasikan ide Presiden. Sebagai respons atas rumor ini, tokoh-tokoh lima parpol, antara lain, Hardi dan Gde Djaksa (PNI), Akhmad Sukarmadidjaja (IPKI), VB Da Costa, Lo Ginting dan Harry Tjan (Partai Katolik), Maruto Nitimihardjo dan Sukarni (Murba), dan M. Siregar dan Sabam Sirait (Parkindo) melakukan pertemuan pada 7 Maret 1970 untuk membicarakan “soal-soal sekitar pengelompokan partai-partai”. Pada pertemuan kedua 9 Maret 1970 di tempat yang sama (ruang kerja wakil ketua MPR, Siregar, Jl. Teuku Umar No. 5 Jakarta) dimatangkan draft “Pernyataan Bersama” yang telah disiapkan Hardi dan draft-draft perbaikan dan tambahan yang disiapkan Murba dan IPKI. Untuk itu pertemuan 9 Maret 1970 menyepakati pembentukan Panitia Perumus yang terdiri dari Mh. Isnaeni (PNI), M. Supangat (IPKI), Murbantoko (Murba), Lo Ginting (Partai Katolik), dan Sabam Sirait (Parkindo) yang mampu menyelesaikan rumusannya saat itu juga.
Akhirnya tokoh-tokoh lima parpol mengeluarkan “Pernyataan bersama”, yang dilaporkan pada Presiden pada 12 Maret 1970 (dalam pertemuan ini Presiden menampik adanya rencana pembubaran parpol). Pernyataan Bersama memuat dua hal, yakni:
·         Kesediaan untuk melakukan kerjasama untuk kepentingan nasiona
·         Hal-hal yang menyangkut dasar, sifat, pengorganisasian, program kerja, prosedur dan nama kerjasama, akan ditentukan dalam waktu sesingkat-singkatnya




B.  Makna Dari Lambang PDIP

http://i1130.photobucket.com/albums/m539/bakanekobaka/logo/PDI-P-1.png

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan:

·         Lambang PDI Perjuangan berupa gambar banteng hitam bermoncong putih dengan latar merah di dalam lingkaran bergaris hitam dan putih.
·         Banteng dengan tanduk yang kekar melambangkan kekuatan rakyat dan selalu memperjuangkan kepentingan rakyat.
·         Warna dasar merah melambangkan berani mengambil resiko dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran untuk rakyat.
·         Mata merah dengan pandangan tajam melambangkan selalu waspada terhadap ancaman dalam berjuang.
·         Moncong putih melambangkan dapat dipercaya dan berkomitmen dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
·         Lingkaran melambangkan tekad yang bulat dan perjuangan yang terus-menerus tanpa terputus.



C. pencapaian

Tahun
Suara
Kursi
Peringkat
35.689.073 (33,74%)
153 (33,12%)
1
21.026.629 (18,53%)
109 (19,82%)
2
14.600.091 (14,03%)
95 (16,96%)
3
23.681.471 (18,95%)
109 (19,46%)
1

Pencapaian pada Pemilu Anggota DPR 2009
PDI-P mendapat 95 kursi (16,96%) di DPR hasil Pemilihan Umum Anggota DPR 2009, setelah mendapat 14.600.091 suara (14,0%). Dengan hasil ini, PDI-P menempati posisi ketiga dalam perolehan suara serta kursi di DPR.

Pencapaian pada Pemilu Anggota DPR 2014
PDI-P mendapat 109 kursi (19,46%) di DPR hasil Pemilihan Umum Anggota DPR 2014, setelah mendapat 23.681.471 suara (18,95%). Dengan hasil ini, PDI-P menempati posisi pertama dalam perolehan suara serta kursi di DPR.[2]


D. Susunan pengurus
Berikut merupakan susunan pengurus PDI Perjuangan untuk masa kerja 20152020 hasil Kongres IV di Hotel Inna Grand Bali Beach, Bali, April 2015
·         Ketua Umum: Megawati Soekarnoputri
·         Ketua Dewan Pimpinan Pusat:
·         Bidang Kehormatan Partai: Komaruddin Watubun
·         Bidang Politik dan Keamanan: Puan Maharani
·         Bidang Pemenangan Pemilu: Bambang Dwi Hartono
·         Bidang Ideologi dan Kaderisasi: Idham Samawi
·         Bidang Keanggotaan dan Organisasi: Djarot Saiful Hidayat
·         Bidang Hukum HAM dan Perundang-undangan: Trimedya Panjaitan
·         Bidang Perekonomian: Hendrawan Supratikno
·         Bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup: Muhammad Prakosa
·         Bidang Kemaritiman: Rokhmin Dahuri
·         Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan: Andreas Hugo Pariera
·         Bidang Sosial dan Penanggulangan Bencana: Ribka Tjiptaning
·         Bidang Buruh Tani dan Nelayan: Mindo Sianipar
·         Bidang Kesehatan dan Anak: Sri Rahayu
·         Bidang Pendidikan dan Kebudayaan: I Made Urip
·         Bidang Koperasi dan UMKM: Nusirwan Sujono
·         Bidang Pariwisata: Wiryanti Sukamdani
·         Bidang Pemuda dan Olahraga: Sukur Nababan
·         Bidang Keagamaan dan Kepercayaan: Hamka Haq
·         Bidang Ekonomi Kreatif: Muhammad Prananda Prabowo
·         Sekretaris Jenderal: Hasto Kristiyanto
·         Wakil Bidang Internal: Utut Adiyanto
·         Wakil Bidang Program Kerakyatan: Eriko Sotarduga
·         Wakil Bidang Program Pemerintahan: Ahmad Basarah
·         Bendahara Umum: Olly Dondokambey
·         Wakil Bidang Internal: Rudianto Tjen
·         Wakil Bidang Program: Juliari Pieter Batubara

E.   Visi dan Misi
Bahwa sesungguhnya cita-cita luhur untuk membangun dan mewujudkan Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil, dan makmur serta berkeadaban dan berketuhanan sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan cita-cita bersama dari seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai Partai Ideologis berasaskan Pancasila 1 Juni 1945, PDI Perjuangan berperan aktif dalam usaha-usaha untuk mencapai cita-cita bersama di atas.Untuk itu, PDI Perjuangan berketetapan menjadi alat perjuangan dan pengorganisasian rakyat. Sebagai alat rakyat, PDI Perjuangan bertugas untuk:
Pertama, mewujudkan amanat penderitaaan rakyat sebagaimana termaktub dalam cita-cita Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Kedua, menjaga dan melaksanakan Pancasila 1 Juni 1945 sebagai dasar dan arah berbangsa dan bernegara; sebagai sumber inspirasi dan harapan bagi rakyat; sebagai norma pengatur tingkah laku kebijakan, kelembagaan dan anggota partai; dan sebagai cermin dari keseluruhan jati diri partai.
Ketiga, mengantarkan Indonesia untuk berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan sebagai syarat-syarat minimum bagi perwujudan cita-cita bersama bangsa di atas.

Dalam perjuangan mewujudkan cita-cita bersama bangsa, PDI Perjuangan melaksanakannya melalui pengorganisasian dan perjuangan rakyat untuk mencapai kekuasaan politik dan mempengaruhi kebijakan dengan cara-cara damai, demokratis, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Membangun masyarakat Pancasila 1 Juni 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil, dan makmur; Menghimpun dan membangun kekuatan politik rakyat; Memperjuangkan kepentingan rakyat  di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya secara demokratis; dan berjuang mendapatkan kekuasaan politik secara konstitusional guna mewujudkan pemerintahan yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dankeadilan sosial.Menjadi alat perjuangan guna membentuk dan membangun karakter bangsa;
Mendidik dan mencerdaskan rakyat agar bertanggung jawab menggunakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara; Menghimpun, merumuskan, dan memperjuangkan aspirasi rakyat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; Menghimpun, membangun dan menggerakkan kekuatan rakyat guna membangun masyarakat Pancasila; dan Melakukan komunikasi politik dan partisipasi politik warga negara.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pdip (partai demokrasi indonesia perjuangan) adalah gabungan dari lima partai terdahulu ,yakni Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) dan juga dua partai keagamaan Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik. Dalam perjuangan mewujudkan cita-cita bersama bangsa, PDI Perjuangan melaksanakannya melalui pengorganisasian dan perjuangan rakyat untuk mencapai kekuasaan politik dan mempengaruhi kebijakan dengan cara-cara damai, demokratis, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.  Dan sampai saat ini PDIP menjadi salah satu partai besar di Indonesia.