BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Terbentuknya PDIP
PDI
Perjuangan dapat diibaratkan sebagai “anak haram” yang kelahirannya tidak
dikehendaki tapi tak terhindarkan. Keharusan bagi Orba untuk membangun citra
diri sebagai rejim demokratis mengharuskannya untuk menerima ide tentang
parpol. Akibatnya, kehadiran PDI bukannya dalam kerangka untuk merealisasi komitmen
bangsa untuk menjadi sebuah sistem politik yang demokratis, tapi justru untuk
memenuhi secara simbolik status Indonesia sebagai negara demokratis karena
punya parpol dan parlemen di mata internasional.
PDI
merupakan fusi dari 5 parpol, yakni PNI, Parkindo, Partai katolik, Murba dan
IPKI. Kelimanya memiliki latar belakang, basis sosial, ideologi dan sejarah
perkembangan yang sangat berbeda. PNI adalah partai yang dibentuk di Kediri
pada 29 januari 1946 yang merupakan fusi dari Serikat Rakyat Indonesia (Serindo),
PNI Pati, PNI Madiun, Partai Kedaulatan Rakyat Yogya, PNI Palembang, PNI
Sulawesi, Partai Republik Indonesia (PRI) Madiun, serta beberapa partai lokal
kecil lainnya. Fusi dilakukan ketika diselenggarakannya Kongres Serindo I di
Kediri, 29 Januari s/d 1 Pebruari 1946. Partai ini berasaskan
Sosio-nasionalisme-demokrasi (Marhaenisme), suatu azas, ideologi, dan cara
perjuangan yang dicetuskan Bung Karno yang ditujukan untuk menghapuskan
kapitalisme, imperialisme dan kolonialisme. Penggunaan azas ini mencerminkan
keinginan para pendirinya untuk mengasosiasikan diri dengan Bung Karno sebagai
pendiri PNI di masa lalu. Massa pendukung PNI terutama adalah kaum abangan,
seperti disebut Rocamora, yang memiliki sistem patron-client dan petani non
radikalisme. Sumber dukungan pedesaan ini terutama bertumpu pada elit desa
(para pamong dan lurah) dan juga birokrasi pemerintahan. Partai ini adalah
partai massa –bukan partai kader atau partai program– karenanya massa aksi
menjadi salah satu alat politik penting. Tujuan PNI adalah mewujudkan
masyarakat sosialis, yakni suatu masyarakat yang berdasarkan kedaulatan rakyat
dan keadilan sosial. PNI adalah partai dengan perolehan suara terbanyak pada
Pemilu 1955. Karenanya, aturan tak tertulis yang disepakati dalam proses fusi
memberikan hak utama kepada tokoh PNI untuk menduduki posisi Ketua Umum PDI.
Parkindo
adalah partai kedua terbesar dalam PDI menurut hasil Pemilu 1955. Partai ini
didirikan pada 18 November 1945 sevagai respons atas Maklumat Pemerintah 3
November 1945. Partai ini merupakan fusi dari sejumlah partai Kristen lokal
seperti Partai Kristen Indonesia (Parki) di Sumut, Partai Kristen Nasional di
Jakarta, Persatuan Masehi Indonesia (PMI), Partai Politik Masehi (PPM) di
Pematang Siantar. Partai ini mendasarkan legitimasi dan identitasnya pada
agama, yakni Kristen yang merupakan kelompok minoritas permanen dalam
konstelasi politik nasional. Paham kekristenan dijadikan sebagai azas partai.
Basis dukungan partai ini menyebar di berbagai daerah di Indonesia, seperti Sumatera
Utara, Timor, Minahasa, Toraja, dan sebagainya. Sebagai partai pemenang pemilu
kedua terbesar yang bergabung dalam PDI, partai ini diberi hak atas posisi
Sekjen dalam struktur PDI. Partai Katolik dibentuk pada 12 Desember 1945 dengan
Partai katolik Republik Indonesia (PKRI) dan merupakan kelanjutan dari
Pakempalan Politik Katolik Djawi (PPKD). Pada masa belanda, PPKD –karena
kebutuhan siasat politik– bergabung dengan Indische Katholieke Partij.
Ketuhanan Yang Mahasa Esa, Pancasila, dan azas kekatolikan ditempatkan sebagai
azas partai. Sementara “kemajuan Republik Indonesia dan kesejahteraan rakyat”
ditempatkan sebagai tujuan partai. Dukungan sosial partai ini adalah umat
Katolik yang menyebar di sejumlah daerah. Partai ini adalah pemenang ketiga terbesar
Pemilu 1955 yang berfusi dalam tubuh PDI. Karenanya konsensus dalam proses fusi
memberikan “hak” atas jabatan Bendahara bagi parpol ini.
Murba
didirikan oleh Tan Malaka pada 3 Oktober 1948 sebagai gabungan dari partai
Rakyat Jelata dan Partai Indonesia Buruh Merdeka. Murba sebagai sebuah istilah
mengacu pada “golongan rakyat yang terbesar … yang tidak mempunyai apa-apa,
kecuali otak dan tenaga sendiri”. Istilah ini kurang lebih sama dengan istilah
proletar, akan tetapi –seperti ditegaskan dalam dokumen Kementrian Penerangan–
memiliki sejarah hidup, corak dan musuh yang berbeda dengan proletar. Murba
sebagai ideologi berbeda dengan Marhaenisme Bung Karno karena adanya pengakuan
Bung karno atas kepemilikan alat-alat produksi oleh kaum marhaen, sekalipun dalam
skala yang sangat kecil dan subsisten. Azas Murba adalah anti fasisme, sebuah
paham yang dikembangkan oleh Jepang dan Italia sebelum perang Dunia II, anti
imperialisme dan kapitalisme. Tujuan partai ini adalah masyarakat sosialis.
Dari sudut basis sosial, pendukung Murba sulit diidentifikasi. Murba hanya
mendapatkan sedikit dukungan di Jabar dalam Pemilu 1955 dan tidak mendapatkan
satu pun kursi. IPKI dibentuk oleh tokoh-tokoh yang umumnya berasal dari
lingkungan TNI. Awalnya partai ini merupakan “kumpulan pemilih” yang
berinisiatif untuk menghimpun tenaga-tenaga pejuang kemerdekaan, terutama dari
lingkungan TNI AD untuk mempelopori perjuangan rakyat setelah revolusi fisik.
IPKI berdiri pada 20 Mei 1954, satu setengah tahun sebelum Pemilu 1955 dan dimotori
oleh Nasution yang pada waktu itu berada dalam status “hukuman” oleh Bung Karno
sebagai akibat dari “Peristiwa Oktober 52”. Sebuah peristiwa dimana TNI mencoba
untuk memaksa Bung Karno –dengan mengarahkan meriam ke istana negara– untuk
membubarkan parlemen yang dinilai Nasution dan kawan-kawan mencampuri urusan
TNI. Tujuan partai ini adalah mengakhiri dan melenyapkan seluruh penderitaan
rakyat, lahir dan batin. Juga memberikan hikmah rohaniah dan jasmaniah kepada
seluruh rakyat dengan menjamin keselamatan, ketentraman dan kemakmuran. Dalam
dokumen partai disebutkan bahwa IPKI menempatkan kepentingan rakyat di atas
kepentingan golongan dan pemimpinnya, dan menempatkan diri sebagai “penyambung
lidah golongan berkuasa” dan sekaligus “pengabdi rakyat yang jujur dan setia”.
Fusi
lima parpol berlangsung pada 10 Januari 1973 yang kini dirayakan sebagai hari
ultah PDI Perjuangan. Beberapa fenomena penting sebelum fusi dapat dijelaskan
sebagai berikut ini. Proses ke arah fusi merupakan inisiatif presiden yang
diwujudkan dalam bentuk rangkaian konsultasi antara presiden dengan tokoh-tokoh
parpol. Konsultasi pertama dilakukan secara kolektif dengan tokoh-tokoh dari 9
parpol pada 7 Januari 1970. Dalam kesempatan ini Presiden melontarkan gagasan
pengelompokan parpol ke dalam dua kelompok, masing-masing menekankan pada aspek
materiil dan spirituil. Dengannya, akan terbentuk dua kelompok,
materiil-spirituil dan spirituil-materiil. Dalam pertemuan ini juga terungkap
bahwa ide tersebut berkaitan dengan keinginan Presiden untuk menciptakan
stabilitas yang disebutkan sebagai “tanggung-jawab bersama”, terutama untuk
meredam konflik menjelang pemilu 1971.
Pertemuan
lebih khusus dengan lima parpol yang dianggap sebagai wakil dari “kelompok
materiil-spirituil –dilakukan Presiden pada 27 Pebruari 1970– dimana, disamping
mengulangi pokok-pokok pikiran pertemuan pertama, juga menegaskan perlunya ada
“penyederhanaan cara kerja dan berfikir” dengan mengambil bentuk
“up-konfederasi parpol” (idenya adalah tidak ada kepengurusan baru kecuali
dalam bentuk “dewan ketua-ketua umum parpol” yang dibantu oleh sebuah “badan
pekerja” sebagai brain trust). Dalam perkembangannya, gagasan Presiden
melahirkan polarisasi dalam parpol. Ada yang mendukung karena dinilai sebagai
“tuntutan obyektif” ataupun sebagai “pilihan taktis”, tapi ada yang menolak. Di
antara yang menerima bahkan ada yang siap dengan usulan kongkrit.
Sesaat
selepas konsultasi dengan Presiden, berkembang isu yang sangat kencang bahwa
Presiden akan membubarkan parpol-parpol sebelum 11 Maret 1970 jika mereka gagal
merealisasikan ide Presiden. Sebagai respons atas rumor ini, tokoh-tokoh lima
parpol, antara lain, Hardi dan Gde Djaksa (PNI), Akhmad Sukarmadidjaja (IPKI),
VB Da Costa, Lo Ginting dan Harry Tjan (Partai Katolik), Maruto Nitimihardjo
dan Sukarni (Murba), dan M. Siregar dan Sabam Sirait (Parkindo) melakukan
pertemuan pada 7 Maret 1970 untuk membicarakan “soal-soal sekitar pengelompokan
partai-partai”. Pada pertemuan kedua 9 Maret 1970 di tempat yang sama (ruang
kerja wakil ketua MPR, Siregar, Jl. Teuku Umar No. 5 Jakarta) dimatangkan draft
“Pernyataan Bersama” yang telah disiapkan Hardi dan draft-draft perbaikan dan
tambahan yang disiapkan Murba dan IPKI. Untuk itu pertemuan 9 Maret 1970
menyepakati pembentukan Panitia Perumus yang terdiri dari Mh. Isnaeni (PNI), M.
Supangat (IPKI), Murbantoko (Murba), Lo Ginting (Partai Katolik), dan Sabam
Sirait (Parkindo) yang mampu menyelesaikan rumusannya saat itu juga.
Akhirnya
tokoh-tokoh lima parpol mengeluarkan “Pernyataan bersama”, yang dilaporkan pada
Presiden pada 12 Maret 1970 (dalam pertemuan ini Presiden menampik adanya
rencana pembubaran parpol). Pernyataan Bersama memuat dua hal, yakni:
·
Kesediaan untuk melakukan kerjasama
untuk kepentingan nasiona
·
Hal-hal yang menyangkut dasar,
sifat, pengorganisasian, program kerja, prosedur dan nama kerjasama, akan
ditentukan dalam waktu sesingkat-singkatnya
B.
Makna Dari Lambang PDIP

Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan:
·
Lambang PDI Perjuangan
berupa gambar banteng hitam bermoncong putih dengan latar merah di dalam
lingkaran bergaris hitam dan putih.
·
Banteng dengan tanduk
yang kekar melambangkan kekuatan rakyat dan selalu memperjuangkan kepentingan
rakyat.
·
Warna dasar merah
melambangkan berani mengambil resiko dalam memperjuangkan keadilan dan
kebenaran untuk rakyat.
·
Mata merah dengan
pandangan tajam melambangkan selalu waspada terhadap ancaman dalam berjuang.
·
Moncong putih
melambangkan dapat dipercaya dan berkomitmen dalam memperjuangkan keadilan dan
kebenaran.
·
Lingkaran melambangkan
tekad yang bulat dan perjuangan yang terus-menerus tanpa terputus.
C. pencapaian
Tahun
|
Suara
|
Kursi
|
Peringkat
|
35.689.073 (33,74%)
|
153 (33,12%)
|
1
|
|
21.026.629 (18,53%)
|
109 (19,82%)
|
2
|
|
14.600.091 (14,03%)
|
95 (16,96%)
|
3
|
|
23.681.471 (18,95%)
|
109 (19,46%)
|
1
|
Pencapaian pada Pemilu Anggota DPR 2009
PDI-P mendapat 95 kursi (16,96%) di DPR hasil Pemilihan
Umum Anggota DPR 2009, setelah mendapat
14.600.091 suara (14,0%). Dengan hasil ini, PDI-P menempati posisi ketiga dalam
perolehan suara serta kursi di DPR.
Pencapaian pada Pemilu Anggota DPR 2014
PDI-P mendapat 109 kursi (19,46%) di DPR hasil Pemilihan Umum Anggota DPR 2014, setelah mendapat 23.681.471 suara (18,95%). Dengan hasil ini, PDI-P
menempati posisi pertama dalam perolehan suara serta kursi di DPR.[2]
D. Susunan pengurus
·
Ketua Dewan Pimpinan
Pusat:
E. Visi dan Misi
Bahwa
sesungguhnya cita-cita luhur untuk membangun dan mewujudkan Indonesia yang
merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil, dan makmur serta berkeadaban dan
berketuhanan sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan cita-cita
bersama dari seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai Partai
Ideologis berasaskan Pancasila 1 Juni 1945, PDI Perjuangan berperan aktif dalam
usaha-usaha untuk mencapai cita-cita bersama di atas.Untuk itu, PDI Perjuangan
berketetapan menjadi alat perjuangan dan pengorganisasian rakyat. Sebagai alat
rakyat, PDI Perjuangan bertugas untuk:
Pertama, mewujudkan amanat
penderitaaan rakyat sebagaimana termaktub dalam cita-cita Negara Proklamasi 17
Agustus 1945.
Kedua, menjaga dan
melaksanakan Pancasila 1 Juni 1945 sebagai dasar dan arah berbangsa dan
bernegara; sebagai sumber inspirasi dan harapan bagi rakyat; sebagai norma
pengatur tingkah laku kebijakan, kelembagaan dan anggota partai; dan sebagai
cermin dari keseluruhan jati diri partai.
Ketiga, mengantarkan
Indonesia untuk berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi,
dan berkepribadian dalam kebudayaan sebagai syarat-syarat minimum bagi
perwujudan cita-cita bersama bangsa di atas.
Dalam perjuangan
mewujudkan cita-cita bersama bangsa, PDI Perjuangan melaksanakannya melalui
pengorganisasian dan perjuangan rakyat untuk mencapai kekuasaan politik dan
mempengaruhi kebijakan dengan cara-cara damai, demokratis, dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mewujudkan
cita-cita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Membangun
masyarakat Pancasila 1 Juni 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil, dan makmur; Menghimpun dan membangun kekuatan politik rakyat;
Memperjuangkan kepentingan rakyat di
bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya secara demokratis; dan berjuang
mendapatkan kekuasaan politik secara konstitusional guna mewujudkan
pemerintahan yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dankeadilan sosial.Menjadi alat perjuangan guna membentuk dan membangun
karakter bangsa;
Mendidik dan mencerdaskan rakyat agar bertanggung jawab menggunakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara; Menghimpun, merumuskan, dan memperjuangkan aspirasi rakyat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; Menghimpun, membangun dan menggerakkan kekuatan rakyat guna membangun masyarakat Pancasila; dan Melakukan komunikasi politik dan partisipasi politik warga negara.
Mendidik dan mencerdaskan rakyat agar bertanggung jawab menggunakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara; Menghimpun, merumuskan, dan memperjuangkan aspirasi rakyat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; Menghimpun, membangun dan menggerakkan kekuatan rakyat guna membangun masyarakat Pancasila; dan Melakukan komunikasi politik dan partisipasi politik warga negara.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pdip (partai demokrasi indonesia perjuangan)
adalah gabungan dari lima partai terdahulu ,yakni Partai Nasional
Indonesia (PNI), Partai
Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan
Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) dan juga dua
partai keagamaan Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik. Dalam perjuangan mewujudkan
cita-cita bersama bangsa, PDI Perjuangan melaksanakannya melalui
pengorganisasian dan perjuangan rakyat untuk mencapai kekuasaan politik dan
mempengaruhi kebijakan dengan cara-cara damai, demokratis, dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan sampai saat ini PDIP
menjadi salah satu partai besar di Indonesia.