Kata Pengantar
Assalammua’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kami curahkan kepada tuhan yang maha esa , yang telah
memberikan kemudahan bagi kami untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini
karena kami yakin atas izin Allah semuanya berjalan seperti yang kami harapkan.
Shalawat serta salam kami curahkan pada Nabi Agung, yakni Nabi
Muhammad SAW, karena berkat perjuangan
beliaulah kita bisa merasakan indahnya islam, manisnya iman dari zaman
jahiliyah hingga zaman dimana kita bisa membedakan mana yang haq dan mana yang
batil.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut andil
dalam penyusunan makalah ini terutama Bapak M. Dapiet M.sy selaku dosen
pembimbing, kami mengucapkan permohonan maaf kami yang sedalam-dalamnya kita
terdapat banyak kesalahan dalam penyusunan karya ilmiah ini, kami merharapkan
sumbangsi kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah dimasa
mendatang.
Harapan kami semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kita
semua sebagai penambah ilmu pengetahuan kita bersama, mungkin hanya sampai
disini penyampaian kami , akhir kalam wassalamu’alaikum warohmatullahi
wabarakatuh.
Palembang,
20 April 2015
Penulis
Bab I
Pendahuluan
Latar Belakang
Berawal dari kecermatan ulama ushul fiqh dalam
mengamati dalil-dalil yang terdapat dalam Al-quran dan Sunah-suanah Nabi, yakni
nash-nash dan matan hadis yang menjelaskan prinsip-prinsip umum pembinaan
syari’at diikuti pengkajian mendalam dan analisa terhadap tujuan syari’at dalam
meletakkan orang mukallaf dibawah beban hukum. Dari rangkaian beban tersebut
disusunlah kaidah hukum yang sangat mirip dengan ‘’rumus-rumus fikih’’ agar
dalam pengkajian syari’at senantiasa konsisten mewujudkan kemaslahatan hamba
dan mencerminkan hukum yang adil.
Sebagian ulama
telah mengembalikan segala kaidah fiqhiyah kepada 5 kaidah yang mereka pandang sebagai dasar dan sendi
bagi segala hukum fiqih, tetapi dalam tugas kali ini saya akan menulisakn 3
kaidah umum saja.
Bab II
Pembahasan
A.
Kaidah-kaidah
ushul fiqh dan dalil sumber
1.
Kesulitan mendatangkan kemudahan
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ
مِنْ حَرَجٍ
Dan dia (tuhan)
tidak menjadikan untuk kamu dalam agama sedikit kesempitanpun (QS.Al-Haj:78)
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفۡسًا اِلَّا وُسۡعَهَا
Allah tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya (QS.Al-Baqarah:287)
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ
Allah
menghendaki kelonggaran bagimu dan tidak menghendaki kesempitan bagimu (QS.
Al-Baqarah:185)
Mudahkanlah dan janganlah mempersukar”. HR. Bukhari dari Anas)
Agama itu adalah mudah. Agama yang disenangi Allah yang benar dan
mudah”. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)
Analisis
Dalam kaidah “kesulitan
mendatangkan kemudahan” ini, menyimpan banyak sekali makna bila kita pahami
diantaranya bahwa allah SWT tidaklah membebani hambanya dalam beribadah
kepadaNYA, Allah memerintahkan kepada hambanya untuk bertaqwa kepadanya tetapi
Allah tidak memberatkan hambanya yang sedang dalam kesulitan, bahkan Allah SWT
memberi kemudahan kepada hambanya yang dalam kesulitan agar tidak sukar dalam
melakukan ibadah, itulah makna yang saya analisa dari kaidah ini
2.
Kemudharatan harus dihilangkan
وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ
ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن
كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ
Sesungguhnya
Allah tidak suka kepada orang-orang yang membuat kerusakan (QS. Al-Qishosh:77)
وَلَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ
Dan janganlah
kamu sekalian membuat kerusakan di Bumi (QS. Al-A’raf:56)
وَأَنفِقُوا۟
فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ ۛ
وَأَحْسِنُوٓا۟ ۛ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
Dan janganlah
kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan (QS. Al-Baqarah:195)
وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا
لِّتَعْتَدُوا۟ ۚ
Janganlah kamu
merujuk mereka untuk memberi kemudaratan karena dengan demikian kamu menganiaya
mereka”. (QS. Al-Baqarah:231)
وَلا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ
Dan janganlah
kamu memudaratkan mereka (istri) untuk menyempitkan hati mereka (QS.
Ath-Talaq:6)
Analisis
Jika kita analisa Kaidah kemudaratan
harus dihilangkan ini memiliki makna bahwa Allah membolehkan apa yang diharamkan
bagi hambanya yang sedang menghadapi suatu kondisi yang mamudaratkan, genting
atau terpaksa. Jadi kaidah ini hampir sama dengan kaidah “kesulitan membawa
kemudahan” yang meringankan beban hamba yang mengalami kesukaran dalam
beribadah, sedangkan kaidah “kemudaratan harus dihilangkan ini memberi
kemudahan atau menghilangkan hukum atas sesuatu yang diharamkan jika orang
tersebut dalam kondisi terpaksa.
3.
Adat istiadat menjadi hukum
خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ
وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَٰهِلِينَ
Dan suruhlah orang-orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah
dari orang-orang yang bodoh. (QS. Al-A’araf:199)
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dan pergaulilah mereka (istri-istrumu) dengan cara yang ma’ruf.
(QS. An-Nisa:19)
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ
بِالْمَعْرُوفِ
Dan bagi para
wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibanya menurut cara yang ma’ruf
(QS. Al-Baqarah:228)
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ
Dan kewajiban
ayah memberi makan dan pakian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf (QS.
Al-Baqarah:233)
Apa yang dipandang islam baik, maka baik pula disisi Allah (HR.
Ahmad dari Abi Mas’ud)
Analisis
Kaidah “adat istiadat menjadi hukum” dapat dipahami bahwa adat atau kebiasaan itu
bisa menjadi sebuah hukum, tetapi harus kita garis bawahi bahwa adat atau
kebiasaan yang dimaksud adalah adat yang baik-baik saja atau yang tidak
bertentangan dengan ajaran islam.
B.
Contoh
permasalahan fiqih
Pertanyaan:
Apakah hukum orang yang meminjam uang kepada rentenir jika orang
tersebut dalam kondisi terpaksa atau genting dikarenakan kondisinya yang sangat
miskin dan itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan sudah
sangat jelas bahwa hal tersebut adalah riba dan rasulullah SAW mengutuk si
peminjam dan si pemberi, bahkan dalam salah satu hadis nabi SAW menjelaskan
bahwa beliau mengutuk peminjam, pemberi, penulis ,dan orang yang terkait.
Jawaban:
Dalam kasus ini memang benar bahwa riba adalah haram dan mereka
yang ikut serta dikutuk oleh rasulullah SAW, tetapi berbeda halnya dengan kasus
diatas, kasus tersebut dapat dikaitkan dengan kaidah fiqih bahwa “kemudaratan
harus dihilangkan” sebagaimana firman allah dalam surah Al-An’am:145
فَمَنِ ٱضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا
عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Maka barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang ia tidak
(pula) melampaui batas, maka sesungguhnya tuhanmu maha pengampun lagi maha
penyayang (QS. Al-An’am:145)
Jadi saya mengambil kesimpulan bahwa orang yang meminjam uang
secara riba karena dalam keadaan darurat maka dia tidak berdosa sebagaimana
telah diterangkan dalam firman allah diatas.
Bab
III
Penutup
Kesimpulan
Kaidah-kaidah yang
dibuat oleh para ulama adalah wujud dari rumus-rumus fikih agar dalam
pengkajian syari’at senantiasa konsisten mewujudkan kemaslahatan hamba dan
mencerminkan hukum yang adil, selain ulama-ulama kiadah-kaidah ini juga bisa
kita jadikan solusi di dalam menghadapi problem-problem kehidupan yang praktis
baik individu maupun kolektif dengan cara yang arif dan bijaksana.
Dengan kita mengamati
kaidah-kaidah fiqih tersebut , kita akan tahu betapa hebatnya ulam-ulama
terdahulu yang membuat kaidah-kaidah ini, walaupun telah berumur ribuan tahun
tetapi kaidah-kaidah itu bisa mengcover seluruh permasalahan yang muncul
dizaman sekarang, inilah wujud ketekunan para ulama-ulama dalam memajukan islam
dan menegakkan agama Allah.
Daftar
Pustaka
Musbikin Imam, Qawa’id Al-Fiqhiyah, Rajawali Pers, Jakarta,
2001
Djazuli. A, kaidah-kaidah Fiqih, Kencana, Jakarta, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar