Kamis, 21 Mei 2015

kaidah-kaidah ushul fiqh

Kata Pengantar


Assalammua’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kami curahkan kepada tuhan yang maha esa , yang telah memberikan kemudahan bagi kami untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini karena kami yakin atas izin Allah semuanya berjalan seperti yang kami harapkan.
Shalawat serta salam kami curahkan pada Nabi Agung, yakni Nabi Muhammad SAW, karena berkat perjuangan  beliaulah kita bisa merasakan indahnya islam, manisnya iman dari zaman jahiliyah hingga zaman dimana kita bisa membedakan mana yang haq dan mana yang batil.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut andil dalam penyusunan makalah ini terutama Bapak M. Dapiet M.sy selaku dosen pembimbing, kami mengucapkan permohonan maaf kami yang sedalam-dalamnya kita terdapat banyak kesalahan dalam penyusunan karya ilmiah ini, kami merharapkan sumbangsi kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah dimasa mendatang.
Harapan kami semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kita semua sebagai penambah ilmu pengetahuan kita bersama, mungkin hanya sampai disini penyampaian kami , akhir kalam wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarakatuh.




Palembang, 20 April 2015


Penulis




Bab I
Pendahuluan

Latar Belakang
Berawal  dari kecermatan ulama ushul fiqh dalam mengamati dalil-dalil yang terdapat dalam Al-quran dan Sunah-suanah Nabi, yakni nash-nash dan matan hadis yang menjelaskan prinsip-prinsip umum pembinaan syari’at diikuti pengkajian mendalam dan analisa terhadap tujuan syari’at dalam meletakkan orang mukallaf dibawah beban hukum. Dari rangkaian beban tersebut disusunlah kaidah hukum yang sangat mirip dengan ‘’rumus-rumus fikih’’ agar dalam pengkajian syari’at senantiasa konsisten mewujudkan kemaslahatan hamba dan mencerminkan hukum yang adil.
            Sebagian ulama telah mengembalikan segala kaidah fiqhiyah kepada 5 kaidah  yang mereka pandang sebagai dasar dan sendi bagi segala hukum fiqih, tetapi dalam tugas kali ini saya akan menulisakn 3 kaidah umum saja.



Bab II
Pembahasan
A.     Kaidah-kaidah ushul fiqh dan dalil sumber

1.       Kesulitan mendatangkan kemudahan

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
Dan dia (tuhan) tidak menjadikan untuk kamu dalam agama sedikit kesempitanpun (QS.Al-Haj:78)

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفۡسًا اِلَّا وُسۡعَهَا
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya (QS.Al-Baqarah:287)

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ
Allah menghendaki kelonggaran bagimu dan tidak menghendaki kesempitan bagimu (QS. Al-Baqarah:185)




Mudahkanlah dan janganlah mempersukar”. HR. Bukhari dari Anas)






Agama itu adalah mudah. Agama yang disenangi Allah yang benar dan mudah”. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)

Analisis
      Dalam kaidah “kesulitan mendatangkan kemudahan” ini, menyimpan banyak sekali makna bila kita pahami diantaranya bahwa allah SWT tidaklah membebani hambanya dalam beribadah kepadaNYA, Allah memerintahkan kepada hambanya untuk bertaqwa kepadanya tetapi Allah tidak memberatkan hambanya yang sedang dalam kesulitan, bahkan Allah SWT memberi kemudahan kepada hambanya yang dalam kesulitan agar tidak sukar dalam melakukan ibadah, itulah makna yang saya analisa dari kaidah ini

2.       Kemudharatan harus dihilangkan

وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ
Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang membuat kerusakan  (QS. Al-Qishosh:77)

وَلَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ
Dan janganlah kamu sekalian membuat kerusakan di Bumi (QS. Al-A’raf:56)

                    وَأَنفِقُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوٓا۟ ۛ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ                  
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan (QS. Al-Baqarah:195)

وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِّتَعْتَدُوا۟ ۚ
Janganlah kamu merujuk mereka untuk memberi kemudaratan karena dengan demikian kamu menganiaya mereka”. (QS. Al-Baqarah:231)

وَلا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ
Dan janganlah kamu memudaratkan mereka (istri) untuk menyempitkan hati mereka (QS. Ath-Talaq:6)
Analisis
       Jika kita analisa Kaidah kemudaratan harus dihilangkan ini memiliki makna bahwa Allah membolehkan apa yang diharamkan bagi hambanya yang sedang menghadapi suatu kondisi yang mamudaratkan, genting atau terpaksa. Jadi kaidah ini hampir sama dengan kaidah “kesulitan membawa kemudahan” yang meringankan beban hamba yang mengalami kesukaran dalam beribadah, sedangkan kaidah “kemudaratan harus dihilangkan ini memberi kemudahan atau menghilangkan hukum atas sesuatu yang diharamkan jika orang tersebut dalam kondisi terpaksa.
3.       Adat istiadat menjadi hukum


خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَٰهِلِينَ

Dan suruhlah orang-orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (QS. Al-A’araf:199)

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Dan pergaulilah mereka (istri-istrumu) dengan cara yang ma’ruf. (QS. An-Nisa:19)


وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dan bagi para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibanya menurut cara yang ma’ruf (QS. Al-Baqarah:228)

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf (QS. Al-Baqarah:233)





Apa yang dipandang islam baik, maka baik pula disisi Allah (HR. Ahmad dari Abi Mas’ud)

Analisis
Kaidah “adat istiadat menjadi hukum”  dapat dipahami bahwa adat atau kebiasaan itu bisa menjadi sebuah hukum, tetapi harus kita garis bawahi bahwa adat atau kebiasaan yang dimaksud adalah adat yang baik-baik saja atau yang tidak bertentangan dengan ajaran islam.







B.     Contoh permasalahan  fiqih

Pertanyaan:
Apakah hukum orang yang meminjam uang kepada rentenir jika orang tersebut dalam kondisi terpaksa atau genting dikarenakan kondisinya yang sangat miskin dan itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan sudah sangat jelas bahwa hal tersebut adalah riba dan rasulullah SAW mengutuk si peminjam dan si pemberi, bahkan dalam salah satu hadis nabi SAW menjelaskan bahwa beliau mengutuk peminjam, pemberi, penulis ,dan orang yang terkait.

Jawaban:
Dalam kasus ini memang benar bahwa riba adalah haram dan mereka yang ikut serta dikutuk oleh rasulullah SAW, tetapi berbeda halnya dengan kasus diatas, kasus tersebut dapat dikaitkan dengan kaidah fiqih bahwa “kemudaratan harus dihilangkan” sebagaimana firman allah dalam surah Al-An’am:145


فَمَنِ ٱضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ



“Maka barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang ia tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya tuhanmu maha pengampun lagi maha penyayang (QS. Al-An’am:145)

Jadi saya mengambil kesimpulan bahwa orang yang meminjam uang secara riba karena dalam keadaan darurat maka dia tidak berdosa sebagaimana telah diterangkan dalam firman allah diatas.










Bab III
Penutup
Kesimpulan

      Kaidah-kaidah yang dibuat oleh para ulama adalah wujud dari rumus-rumus fikih agar dalam pengkajian syari’at senantiasa konsisten mewujudkan kemaslahatan hamba dan mencerminkan hukum yang adil, selain ulama-ulama kiadah-kaidah ini juga bisa kita jadikan solusi di dalam menghadapi problem-problem kehidupan yang praktis baik individu maupun kolektif dengan cara yang arif dan bijaksana.
      Dengan kita mengamati kaidah-kaidah fiqih tersebut , kita akan tahu betapa hebatnya ulam-ulama terdahulu yang membuat kaidah-kaidah ini, walaupun telah berumur ribuan tahun tetapi kaidah-kaidah itu bisa mengcover seluruh permasalahan yang muncul dizaman sekarang, inilah wujud ketekunan para ulama-ulama dalam memajukan islam dan menegakkan agama Allah.



Daftar Pustaka


Musbikin Imam, Qawa’id Al-Fiqhiyah, Rajawali Pers, Jakarta, 2001

Djazuli. A, kaidah-kaidah Fiqih, Kencana, Jakarta, 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar